OEMAR BAKRI DICEKAL SERDADU, SALAH SIAPA?

The Coat of Arms of Indonesia is called Garuda...


 Bayangkan seorang cowok yang masih duduk  di bangku SMP memangku gitar bolong bernyanyi dengan suara lantang di hadapan ratusan orang. Suaranya menggelagar menyanyikan sebuah sindiran yang mungkin belum begitu dia mengerti akar permasalahannya.
Cowok itu bernama Virgiawan Listanto. Peristiwa itu terjadi sekitar 35 tahun lalu. Waktu itu  cowok yang akhirnya kesohor dengan nama Iwan Fals ini sering diundang di acara-acara kampus ITB Bandung. Bukan karena anak ini udah sering manggung di kafe atau udah punya singel yang hit, tetapi anak-anak kampus itu pada demen nungguin celoteh Iwan yang nakal dan kocak.
Iwan memang jadi bintang kecil saat itu. Ia yang sempet tinggal di Bandung, mencari uang saku dari ngamen, akhirnya mencoba mencari peruntungan di asrama mahasiswa ITB. Dengan bermodalkan baca koran, dan sedikit pengetahuan tentang peristiwa yang sedang hangat, Iwan kecil melancarkan aksinya dengan nyanyian spontan dan kritis. Sok tau memang, tapi itu yang bikin kakak-kakak mahasiswa cinta sama anak ini...
Saking cintanya, Iwan pun diajak rekaman di radio kampus ITB yang bernama 8 EH. Disana seperti biasa Iwan disuruh menyanyikan lagu-lagu spontannya. Imbalan nasi bungkus yang didapatnya nggak bikin semangat menyanyi Iwan hilang. Karena dia yakin yang dilakukannya adalah sekedar untuk bikin senang kawan.
"Saya seneng aja waktu itu. Dikipas-kipasin terus sama mahasiswa. Akhirnya saya lebih milih ngamen daripada sekolah. Walaupun masih SMP, saya udah punya tolak ukur kalo mahasiswa itu yang benar," kenang ayah tiga anak ini.
Makanya setiap ada acara kampus, Iwan selalu semangat untuk menyumbang suara. Pernah saat itu ia dibajak mahasiswa untuk bernyanyi diatas panggung. Mungkin suara lantangnya terdengar pihak keamanan, sehingga aparat terpaksa datang untuk membubarkannya. Aksi Iwan dibungkam dengan cara pemadaman aliran listrik.
Tapi acara belum berhenti sampai di situ. Suara gitar Iwan diperkeras atas bantuan para mahasiswa yang menodong corong TOA ke arah gitar bolongnya. Suasananya pun bertambah panas. Puncaknya, acara itu bener-bener bubar gara-gara serbuan aparat yang sudah siap dengan atribut-atribut penggerebegan.
Penonton kocar-kacir, termasuk Iwan yang sempet tertangkap pas mau melarikan diri. Tapi ternyata sejak kecil jiwa pemberontaknya udah muncul. Walaupun dengan alasan klasik, Iwan bisa meloloskan diri.
"Saya bilang mau kencing. Nah, begitu agak lepas pegangannya, saya kabur aja," ujarnya sambil ketawa.
Peristiwa tahun 1975 itu masih bisa diceritakannya dengan setengah lancar. Maklum udah lama. Tapi mungkin akan terus diinget karena dari sanalah cikal bakal Iwan Fals bermula.
Beranjak SMU, Iwan sedikit punya masalah dengan pergaulan. Sarana bergaul yang paling ampuh zaman itu adalah musik. Rolling Stones dan The Beatles jadi musik wajib anak-anak nongkrong waktu itu. Masalahnya Iwan nggak bisa menyanyikan lagu band bule itu seperti temen-temennya. Maka dia menciptakan lagu sendiri biar bisa bergaul.
"Saya merasa harus bisa diterima dalam pergaulan. Dan untuk masuk ke pergaulan 'kan harus ada nilai tambahnya. Makanya saya bikin lagu sendiri," kata putra Kol (Purn) Harsoyo ini.
Iwan yang sudah ngekost saat SMU, terus mencari tambahan uang saku dari ngamen. Duit dari orang tua emang ada, tapi nggak menyurutkan kegiatan yang satu ini. Bahkan ketika hijrah ke Jakarta, Iwan masih sering ngamen di kawasan Tebet.
Ketika sedang asik-asiknya ngamen dan bolak-balik Jakarta-Bandung, Iwan sempet mendirikan grup musik pengamen bernama Amburadul. Bersama grup ini, ia menjajal kontes musik humor yang diprakarsai LHI (Lembaga Humor Indonesia) pada tahun 1979 dan meraih juara pertama. Hadiah dari prestasinya itu adalah jalan Iwan menuju ke dapur rekaman.
Lagu-lagu Amburadul direkam dalam pita kaset yang berjudul Kumpulan Lagu-lagu Humor. Suara Iwan yang cempreng kala itu mengingatkan kita pada suara penyanyi lawas Bob Dylan yang emang jadi satu-satunya artis barat idola Iwan.
Selama kurun waktu 1978-1980, ia mulai sibuk. Ada 4 proyek yang ditangani Iwan bersama Helmy dan Toto Gunarto ini. Setelah Kumpulan Lagu-lagu Humor, Amburadul tampil dalam kaset lawak Yang Muda Yang Bercanda, Canda Dalam Ronda, serta Canda Dalam Nada.
Akhirnya tawaran untuk bermusik serius datang juga. Ketika sedang berada di Bandung, Iwan mendapat tawaran rekaman di Jakarta. Atas saran sobatnya yang udah mau sarjana, Iwan akhirnya hijrah ke Jakarta untuk mengejar karir.
"Teman saya itu namanya Dede Haris. Dia bilang mendingan saya ke Jakarta. Soalnya industri musik itu adanya di Jakarta. Kalo dia, katanya tanggung, dikit lagi jadi sarjana. Dia pengen jadi pengacara," tutur Iwan yang punya delapan saudara kandung.
"Saya sampai jual motor sendiri untuk bikin master," tambahnya.
Tahun 1979 lahirlah album Perjalanan di bawah bendera Istana Record. Baru tahun 1981 Iwan direkrut Musica Records untuk menandatangani kontrak. Ia pun setuju menyanggupi tuntutan kontrak yang menyebutkan harus siap ngeluarin album setahun dua kali. Dari Musica Records lahirlah album perdana bersama perusahaan rekaman yang berbasis didaerah Pancoran itu. Album Sarjana Muda yang terkenal berkat tembang Oemar Bakrie ini terjual sekitar 200 ribu kopi menurut versi Musica saat itu.
Nggak aneh kalo Musica langsung girang. Kontrakpun terus diperpanjang. Dalam kurun waktu 1981 sampai 1989 tercatat ada 11 album meluncur dari Musica Records. Beberapa diantaranya merupakan album Masterpieces seperti Sumbang (1983), Sugali (1984), Sore Tugu Pancoran (1985), dan 1910 (1988).
Lagu-lagu hit seperti Oemar Bakrie, Pesawat Tempur, Yang Terlupakan, Sore Tugu Pancoran, Entah dan Kumenanti Seorang Kekasih, merupakan trade mark penyanyi berambut ikal ini.
Lirik dala, lagu Iwan seperti menjelaskan dengan lugas apa yang terjadi dalam masyarakat kita. Seperti bagaimana dia menggambarkan sosok Oemar Bakrie :
"Laju sepeda kumbang dijalan berlubang/Slalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang/Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang/Banyak Polisi bawa senjata berwajah garang/Bapak Oemar Bakri kaget apa gerangan/Berkelahi Pak jawab murid seperti jagoan...."
Dalam satu bait, dia sudah bisa ngegambarin sosok guru yang sederhana. Maklum di tahun 80'an masih banyak guru yang berangkat menggajar dengan sepeda kumbang. Sekarang sih naik mobil. Terus dengan gamblang ia memasukkan unsur "murid Jagoan" yang doyan tawuran dalam lagunya.
Iwan adalah orang yang romantis. Tapi bukan lirik kampungan yang dibuatnya. Coba simak petikan lirik Mata Indah Bola Pimpong yang memuja wanita. "Pria mana yang tak suka/ Senyummu juwita/Kalau ada yang tak suka/Mungkin sedang goblok". Nggak sok puitis... tapi bisa bikin cewek tersenyum manis.
Lirik tentang peristiwa hangat dan cinta masih kental terasa di album-album produksi Musica. Malah dia pernah bercita-cita pingin bikin jurnalisme dalam lagu. Maksudnya, mengeluarkan album dalam jangka waktu tertentu. Mungkin dalam bayangannya jadi seperti majalah lagu kali yah?
"Tadinya saya niat pingin nerbitin rekaman tiga bulanan. Isinya lagu tentang berita yang lagi hangat saja. Tapi ternyata setelah rekamankan selalu keluar hit dan pendengar pinginnya saya nyanyiin yang hit-hit aja. Niata saya itu jadi nggak keolah lagi," kata pria yang pernah mengeyam Pendidikan Jurnalistik di Sekolah Tinggi Publisistik (sekarang IISIP) ini.
Ide jurnalisme dalam bermusik ini emang udah dilakukannya ketika masih berseragam putih abu-biru dulu. Tapi diakuinya, kalo dulu niatnya itu terdorong oleh kondisi media massa Indonesia yang masih sedikit dan sangat dikontrol pemerintah. Sehinnga Iwan merasa punya tanggung-jawab untuk menceritakan dan menggabarkan berita pada orang lain lewat lagu-lagunya.
Makanya jangan heran kalo setelah pintu kebebasan pers dibuka lebar-lebar, Iwan malah jadi jarang membuat lagu yang berisi sentilan-sentilan pedas.
Nggak salah juga kalo dulu musik Iwan Fals nggak dianggap komersil. Selain karena nggak merdu kaya Trio Bimbo, sosoknya lebih pantas disebut pemimpin geng dikalangan penggemarnya. Pasalnya pendengar musik Iwan kebanyakan anak-anak yang doyan mabok dan nongkrong. Massanya yang disebut Iwan sebagai "anak-anak begadangan" itu justru dari tahun ke tahun bertambah jumlahnya.
Tapi Iwan nggak lantas jadi superstar yang sok punya massa. Dia tetap saja berkaos oblong, berbalut jelana jins, dan sendal jepit, kadang malah nyeker. Sekitar awal tahun 1980-an dia masih ngamen di jalanan ditemani anak sulungnya, almarhum Galang Rambu Anarki." Setelah banyak dikenal, saya agak segan ngamen. Kalopun mau, saya ingin ke suatu tempat dimana orang nggak kenal siapa Iwan Fals. Kalo dikenal nggak lucu lagi dong," ujarnya waktu itu seperti yang dilansir salah satu harian ibu kota.
Ciat-citanya-pun setelah punya mobil dan satu rumah di Tebet, hasil dari penjualan albumnya-masih terbilang sederhana : pingin dagang sayuran di Cipanas dan main gitar sambil menjaga dagangannya. Simpel memang, tapi itulah Iwan Fals. Dia adalah superstar yang bukan selebriti.
Karir Iwan pun hampir mencapai puncak ketika sebuah perusahaan bernama PT. AIRO menawarkan deal yang menggiurkan pada tahun 1989. Dengan lagu hit seperti Mata Dewa, Air Mata Api dan Yang Terlupakan. Mata Dewa menjadi album pertama Iwan yang murni bernuansa Rock, penggarapanya pun dibantu Ian Antono.
Sukses melejitkan Mata Dewa ternyata justru bikin karir Iwan agak terganggu akibat ulah perusuh yang sering berbuat onar di konser-konsernya. Beberapa kali konser Iwan Fals berakhir dengan kekacauan. Pihak keamanan selalu berjaga ketat di setiap pertunjukan Iwan.
Kerusuhan penonton terjadi pada Rock Kemanisiaan tanggal 3 Desember 1988 di Teater Mobil Ancol, Jakarta. sejumlah artis seperti Nicky Astria, Gito Rollies, dan God Bless kurang digubris oleh penonton yang udah ngebet pingin nonton Iwan Fals. Mereka mendadak brutal dengan melempari panggung dengan berbagai macam benda. Iwan pun segera muncul menyelamatkan suasana dengan memimpin penonton menyanyikan Indonesia Raya. Sejak saat itu pihak keamanan menilai setiap konser Iwan Fals dengan "siaga satu".
Buntutnya, promo tur 100 kota yang udah direncanakan mulai7 Januari 1989 terpaksa ditunda. Pada 28 Januari 1989 Iwan harus dihadapkan dengan kenyataan pahit : Tur 100 kotanya dibatalkan. Ia terpukul dan menangis,"Aku kan cuma bawa gitar kayu dan tali senar. Tak ada bahayanya dibanding Tank," tangisnya waktu itu.
Sebagai gantinya, PT. AIRO menggelar konser rock gratis di parkir timur Senayan pada tanggal 25 Februari 1989. Hampir 200 ribu pasang mata memadati Parkir Timur. Walaupun ada Nicky Astria, Ikang Fawzi, dan Grass Rock, namun penonton tetap mengelukan nama Iwan Fals.
Entah apa penyebabnya, konser yang tadinya aman, mendadak rusuh begitu bubaran. Akibatnya beberapa mobil rusak dan terbakar di sepanjang Parkir Timur Senayan. Ulah siapa ini?
"Saya percaya penggemar nggak mungkin sampai berbuat rusuh kecuali ada yang ganggu. Kayak polisinya Over Acting, atau ada yang menggoda," komentarnya waktu itu.
Tapi pihak kemanan nggak kenal kompromi. Setiap konser Iwan sudah diduga kuat akan berubah rusuh. Tahun 1993 tercatat dua event Iwan Fals diakhiri dengan keributan. Pertama pada festival Drum Internasional di Jakarta tanggal 18 Desember, yang kedua Pesta Musik Jalanan di Yogyakarta pada tanggal 12 November.
Meski Iwan sudah kolaborasi dengan artis lain dan dengan nama band sendiri, ia masih saja dianggap sebagai biang kerusuhan. Masih di tahun 1993, Iwan sempet ngambek karena dilarang main di rumahnya sendiri dalam rangka ulang tahun ibunya. Waktu itu ia sudah bersama grup Dalbo.
Sampai tahun 1996, saat dia bersama Kantata, pembatalan konser tetap dilakukan pihak keamanan. Pada Juni 1996 konsernya di Ujung Pandang di batalkan dengan alasan keamanan, padahal 15.000 tiket sudah terjual.
Walupun di berbagai tempat konser Iwan Fals berlangsung tertib, pasti ada saja yang memancing di air keruh. Contohnya kerusuhan setelah konser di Bandung yang terjadi pada tanggal 14 Januari 1996. Kerusuhan itu merembet sampai ke pelemparan toko-toko di jalan. Parahnya lagi perusuh meneriakan kata-kata berbau SARA. Kalo udah gini masak sih cuma ulah penggemar?
Cobaan demi cobaan datang silih berganti. Tapi ia nggak lantas diam di tempat. Ia terus memutar otak agar bisa bermain musik lagi.
Beruntung ada sinar terang, kala semua masalah gagal dihadapinya sendiri, datang Sawung Jabo dan Setiawan Djodi sebagai teman berbagi rasa. Dua orang musisi ini menjadi tempat mencurahkan semua masalah yang dihadapinya. Sadar bahwa "lawan"-nya (baca=aparat keamanan) terorganisir rapi, Iwan pun memutuskan "melawan" dengan cara berkelompok pula. Buntutnya, dari hasil diskusi ini mereka berkolaborasi.
Lahirlah SWAMI. Kelompok yang namanya diambil karena personelnya udah jadi suami itu terdiri dari Iwan Fals, Sawung Jabo, Inisisri, Naniel, dan Nano. Kelompok baru ini sukses menelurkan album Swami (1989) yang berisi lagu hit macam Bento dan Bongkar. Lewat Swami, Iwan menemukan tempat baru untuk berkreativitas. Kini dia tidak lagi sendirian menghadapi tekanan penguasa.
"Mereka yang berkolaborasi dengan saya bukan kendaraan bagi saya untuk bermusik lagi setelah saya sempet hilang. Tuhan selalu ngasih jalan keluar. Ibarat saluran air yang disumbat di salah satu sisinya pasti akan menggelembung di tempat yang lain. Disumbat lagi bisa pecah, begitu saya menggambarkan kreatifitas saya,"ujarnya.
Swami bukanlah satu-satunya tempat berlabuh. Setelah Swami masih ada proyek lain bersama Kantata. Kali ini malah personelnya bertambah banyak, Setiawan Djody (gitar), WS Rendra (pembaca puisi), dan Jockie Suryoprayogo (kibor) menambah jumlah personel Swami.
Kantata menelorkan album, Kantata Takwa (1990), dan Kantata Samsara (1992) dan sukses bikin konser rock terbesar sepanjang sejarah musik Indonesia. Mengambil tempat di Stadion Utama Senayan, nggak kurang 150 ribu penonton memadati stadion sepak bola nasional Indonesia itu.
Namun sesungguhnya bukan nama besar Kantata yang jadi daya tarik utama. Iwan Fals-lah yang jadi "bintang" malam itu. Meski yang bersangkutan menyanggah hal itu, konser pertama Kantata menjadi semacam pengakuan bahwa Iwan merupakan seorang superstar pada masa itu.
Meski sadar dirinya yang dinanti penonton Swami dan Kantata, di tetep nggak merasa jadi bintang. Dia dan teman-teman di grupnya itu sadar bahwa mereka menjalani peran yang berbeda-beda. Iwan sebagai vokalis, yang bertugas menyanyikan lagu. Sawung Jabo jadi orang yang berkomunikasi dengan penonton di panggung. Sementara Setiawan Djody, musisi yang juga pebisnis, berfungsi sebagai orang yang mendanai proyek-proyek Swami dan Kantata.
Lantas dimana posisi WS. Rendra? Penyair besar itu kebagian membuat syair dan wejangan-wejangan ke penonton. Dia juga memberi saran soal artistik. Dan tugas Jockie sebagai kapten musik yang mengatur semua arransemen.
Gara-gara sudah punya fungsi masing-masing Iwan dkk nggak punya waktu lagi buat mikirin siapa yang bakal besar, siapa yang jadi superstar. Iwan udah sibuk bernyanyi, biar begitu dia tetap dikritik supaya nggak baca teks kalo lagi nyanyi. Sedadngkan dia mengaku nggak bisa nyanyi kalo nggak baca.
Keinginannya berkelompok masih terus dilakoninya. Ini dibuktikan dengan membentuk Hijau dan Dalbo. Jika hijau dibentuk Iwan dengan merangkul musisi macam Tjok Rampal, Bagoes AA, Iwang Noorsaid dll, Dalbo merupakan kelanjutan Swami yang sempet vakum.
Tampaknya dua grup ini juga cuma jadi persinggahan Iwan sementara. Citranya yang lekat sebagai solois nggak pernah hilang biar sederet grup musik pernah memakainya sebagai anggota.

#5/2002 HAIKLIP
Reblog this post [with Zemanta]

2 komentar:

uipvespa mengatakan...

mantabb coy.... kasian amat tuh bocah

jengkolano mengatakan...

itulah perjuangan cing

  • fals
  • kebanggaan_Indonesia
  • memori
  • bareng_Slank
  • tafakur
  • di_Rolling_Stones
  • Raya
  • Ksatria
  • lantang
  • galang_kecil
  • tampan
  • masa_lalu
  • banjo
  • senyum
  • trax
  • sakinah
  • warahmah
  • tux1
  • tux2
  • tux3
  • tux4
  • tux5
  • tux6
  • tux7
  • tux8
  • tux9
  • tux10
  • linux1
  • linux2
  • linux3
  • linux4
  • linux5
  • linux6
  • linux7
  • linux8
  • linux9
  • linux10
  • linux11
  • linux12
  • linux13
  • linux14
  • linux15
  • linux16
  • linux17
  • linux18
  • linux19
  • linux20
  • linux21
  • linux22
  • linux23
  • linux24
  • linux25
  • linux26
  • linux27
  • linux28
  • linux29
  • linux30
  • linux31
  • linux32
  • linux33
  • linux34
  • linux35